“SAYA MENGINGINKAN SELURUH DUNIA PLUS 5%”
DISCLAIMER:
Artikel ini terinspirasi pada artikel yang ditulis oleh Pustaka Pohon Bodhi (PPB), yang saya baca beberapa tahun yang lalu. PPB menulis artikel ini berdasarkan buku Masa Lalu Uang dan Masa Depan Dunia karya Larry Hannigan.
Ilustrasi di atas, yaitu Scrooge McDuck alias Paman Gober yang sedang bermandikan uang di Gudang Uangnya tidak terkait dengan isi artikel ini secara langsung. Artikel ini tidak terkait dengan kisah Donald Duck alias Donal Bebek ciptaan Walt Disney.
Ayat-ayat Al-Quran di artikel ini saya ketik ulang sendiri dari terjemahan Al-Quran. Munculnya ayat-ayat dibawah berlaku sebagai pembanding isi artikel ini, bukan merupakan acuan utama artikel ini.
Selalu terjadi perdebatan yang seru tentang bunga. Bunga yang saya maksud adalah juga yang disebut interest atau riba. Banyak pihak yang mengklaim pro, tak kalah dengan pihak yang mengklaim kontra.
Berbagai pendekatan, yang sering kali menggunakan agama dan kitab suci, selalu digunakan sebagai alasan. Riba itu HARAM! Itu yang saya anut dari kecil, itulah yang sesuai dengan agama yang saya anut.
Bertahun-tahun saya memeluk agama Islam, saya selalu bertaya-tanya tentang hukum halal-haram tersebut. Saya perlu alasan, alasan yang dapat diterima dari sudut pandang manapun. Bukan hanya sekedar, itu HARAM, ya maka itu tidak boleh. Titik.
Kebetulan, beberapa tahun yang lalu saya tidak sengaja mendapat link yang sangat menarik, yang mengarahkan saya kepada salah satu alasan mengapa sih riba itu diharamkan.
KARENA RIBA ITU, BERBAHAYA.
Anda bisa membaca cerita yang sangat menarik, tentang Fabian si Tukang Emas di link Pustaka Pohon Bodhi (PPB). Dengan membaca cerita itu dengan seksama, anda akan mengetahui secara jelas mengapa bunga itu berbahaya. Dan itu memang sangat berbahaya.
Saya akan mencoba menjelaskan secara sederhana saja, anda bisa bayangkan sendiri bahayanya. Kira-kira begini ilustrasinya:
Asumsi, hanya ada 3 orang di dunia ini. Si A, si B, dan si C.
Si A dan si B masing-masing adalah pedagang kebutuhan primer (katakanlah, beras, daging, telur, dll). Kebetulan si A dan si B saling membutuhkan satu sama lain, sehingga perdagangan primer tersebut pasti akan terjadi, dengan metode barter.
Barter itu selalu terjadi, entah dengan inisiasi si A atau si B.
Yang menjadi permasalahan adalah, nilai barter kadang sulit diukur. Si A yang memiliki sapi tentu kesulitan menukarkan sapinya dengan ayam yang dimiliki si B.
Berapa ekor ayam yang diperlukan si B untuk mendapatkan sapi si A?
Berapa ekor sapi yang diperlukan si A untuk mendapatkan ayam si B?
Kesulitan tersebut rupanya ditangkap si C, yang kemudian mengusulkan diciptakannya uang. Si C rupanya berlaku sebagai bank.
Si C akhirnya memberikan solusi sederhana kepada si A dan si B. “Bagaimana jika kalian aku beri sesuatu yang bernama ‘uang’, kalian bisa menggunakannya sesuai permintaan dan penawaran kalian. Kalian sendiri lah yang berhak menentukan berapa Dollar nilai seekor ayam dan berapa Dollar nilai seekor sapi. Atas perpindahan barang tersebut kalian hanya perlu menukarnya dengan uang kalian”.
Saya hanya minta 1 hal, saya yang ciptakan uang untuk kalian. Tapi status uang tersebut adalah PINJAMAN. Kalian akan saya berikan sejumlah uang, namun setahun ke depan kalian harus mengembalikannya kepadaku penuh beserta kelebihan atas jasa yang saya berikan. Tidak banyak, hanya 5% saja untuk setahun penuh pinjaman.
Mendengar penuturan si C yang sangat menarik, si A dan si B pun menjadi tertarik. “Sepertinya metode tersebut sangat baik, lagi pula, biayanya hanya 5 per seratus”, ujar A dan B.
Akhirnya mereka sepakat untuk meminjam masing-masing 100 Dollar kepada si C.
WAKTU BERLALU
Setahun penuh si A dan si B bekerja keras memproduksi barang untuk saling dijual, kemudian dibeli untuk saling menikmati barang tersebut. Si A memproduksi ayam yang harga rata-ratanya 10 Dollar, sedangkan si B memproduksi sapi yang harga rata-ratanya 60 Dollar. Harga tersebut bisa naik dan turun sesuai dengan kesepakatan mereka pada saat transaksi.
Setahun pun berlalu. Si C hendak menagih janjinya.
Katakanlah, si A menjual lebih banyak barang daripada si B, dan si B membeli lebih banyak barang daripada si A.
Artinya, kondisi barang dagangan si A sedikit, namun si A memiliki sisa uang 105 Dollar di kantongnya.
Kondisi tersebut berbanding terbalik dengan si B, yang memiliki banyak barang dagangan, namun memiliki sisa uang hanya 95 Dollar di kantongnya.
Mereka berdua menemui si C, hendak membayar hutangnya.
Si A tentu saja berhasil mengembalikan hutang pokok+bunga nya sebesar 100+5 Dollar. Si C yang bahagia, kemudian meminjamkan kembali uang kepada si A sebanyak 1.000 Dollar dengan syarat yang sama.
Meninggalkan si B yang kebingungan hanya memiliki 95 Dollar untuk mengembalikan hutang pokok+bunganya yang 105 Dollar. Artinya si B masih kurang bayar 10 Dollar.
Melihat hal ini, si C menunjukkan simpatinya, dan berkata kepada B “Oke, tak apa-apa kamu tidak bisa membayarnya secara penuh. Aku akan tetap memberikanmu pinjaman 1.000 Dollar seperti aku meminjamkannya kepada si A, namun PINJAMANmu akan menjadi 1.010 Dollar yang tetap akan dikenakan bunga 5% saja”.
Si B yang lega akhirnya pergi dengan senyuman lebar, seraya bertekad agar dapat membayar hutangnya lunas tahun depan. Sambil mengucapkan terima kasih, dia pun pergi.
Meninggalkan si C yang tertawa terpingkal-pingkal dalam hatinya.
KONKLUSI
Dari ilustrasi di atas, apakah anda sudah dapat menangkap bahayanya dari riba?
Jika belum, saya akan jelaskan secara sederhana:
Pinjaman A: 100
Nilai pinjaman yang harus dibayar A tahun depan: 105
Pinjaman B: 100
Nilai pinjaman yang harus dibayar B tahun depan: 105
Namun, pada akhir tahun, kondisi uang A=105, B=95.
Sepertinya itu hal yang masuk akal dalam hidup kan? Ada orang yang untung, ada orang yang rugi, sah-sah saja sepertinya.
Tapi coba lihat dari sudut pandang si C.
Piutang A+B = 100+100 = 200
Piutang Bunga A+B= 5+5 = 10
UANG YANG DIKELUARKAN OLEH C = 100+100 = 200.
Ya, ada ketidaksinkronan disini.
Si C hanya mengeluarkan uang 200 Dollar, namun mengharapkan imbal hasil 210 Dollar. Dari mana uang 10 Dollar tersebut?
Apakah uang tersebut pernah ada? Sedangkan hanya si C lah yang memproduksi uang.
Inilah berbahayanya RIBA.
Riba berbahaya, karena uang yang dijadikan bunga itu pada dasarnya tidak ada, tidak pernah diedarkan. Pengusaha/masyarakat/rakyat yang terpaksa menerima sistem bunga tersebut tidak menyadari, bahwa sistem bunga ini membuat “ketidakmungkinan yang nyata” untuk dilunasi.
Bagaimana mungkin baik si A maupun si B bisa melunasi utangnya, karena uang itu pasti tidak ada. Pasti akan ada orang yang tidak bisa membayar bunganya. Satu-satunya jalan adalah membuat utang baru dengan bunga baru.
Utang baru si A: 1000
Utang bunga si A: 50
Utang baru si B: 1010
Utang bunga si B: 50,5
Lihatlah sendiri, bahwa dari uang yang beredar 2.000 Dollar wajib dikembalikan sebanyak 2110,5 Dollar. Utang bunga dari hanya 10 Dollar, berkembang menjadi 110,5 Dollar (tumbuh sebesar 1.105%) padahal pertumbuhan utangnya dari 200 Dollar menjadi 2.000 Dollar (tumbuh 1.000%).
Pada akhirnya, utang bunga hanya bisa diselamatkan dengan utang yang baru. Padahal, utang bunga yang baru sebenarnya lebih berat.
Inilah bahayanya utang, inilah bahayanya riba. Mereka semakin mencengkram, mereka semakin besar. Ketika kamu melihat mereka adalah solusi, padahal mereka adalah masalah yang lebih parah!
“SAYA MENGINGINKAN SELURUH DUNIA PLUS 5%”
Asumsi di atas hanya kepada 3 orang dalam 2 periode pinjaman.
Bayangkan, jika itu telah terjadi kepada MAYORITAS umat manusia, dan telah berlangsung selama BERABAD-ABAD.
Riba semakin mencengkram, riba semakin besar. Padahal kita tahu uang untuk membayar riba itu tidak pernah ada, tidak pernah diciptakan. Bahkan dengan persentase yang tampaknya kecil, hanya 5%.
Tapi bayangkan efek dari 5% itu ke dunia kita. Saat ini.
Maka akhirnya saya tak heran, mengapa riba diharamkan.
* * *
“… Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. …” (TQS Al-Baqarah: 275).
“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran dan bergelimang dosa.” (TQS Al-Baqarah: 276).
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang beriman.” (TQS Al-Baqarah: 278).
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.” (TQS Ali Imran: 130).
“dan karena mereka menjalankan riba, padahal sungguh mereka telah dilarang darinya, dan karena mereka memakan harta orang dengan cara yang tidak sah (batil). Dan Kami sediakan untuk orang-orang kafir di antara mereka azab yang pedih.” (TQS An-Nisa: 161).
“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar harta manusia bertambah, maka tidak bertambah dalam pandangan Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk memperoleh keridaan Allah, maka itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya)”. (TQS Ar-Rum: 39).